Saya sering melihat seorang teman memamerkan kemewahannya di akun sosmed miliknya. Kadang juga terlihat dia berfoto sedang makan siang di resto yang bagi saya cukup mahal. Tak jarang juga dia menampilkan pakaian yang baru dibelinya dengan menandai toko dimana dia beli.
Saya senang melihatnya kini sudah bahagia dan memiliki segalanya. Tidak seperti dulu saat kami masih sering bertemu dan saling berbagi makanan atau apapun saat salah satu dari kami memiliki kelebihan rejeki.
Namun, saya kaget ketika minggu lalu dia menelpon saya karena sedang berada di kota ini. Dengan hari senang saya sebisa mungkin menemuinya, dan ternyata dia tak seperti yang saya pikirkan….
Saat dia mengatakan akan mentraktir saya makan, dia mengeluarkan kartu kredit untuk membayar bill-nya. Sekilas terlihat ada lebih dari lima kartu kredit di dompetnya. Saya hanya takjub melihat dia begitu berubah sekarang.
Setelah beberapa saat kami berbincang tentang kartu kredit itu, akhirnya saya paham jika ditotal antara hutang kartu kredit dan penghasilan dia dan suaminya tidaklah seimbang. Bisa dibilang besar pasak daripada tiang. Saya jadi teringat pesan ibu saya, beliau melarang anak-anaknya berutang jika bukan karena sesuatu yang penting sekali. Beliau juga mengatakan “jangan malu jika kamu terlihat miskin, daripada terlihat kaya tapi banyak hutang”
Setiap hutang kepada manusia secara personal haruslah dibayar, karena jika tidak dilunasi semasa kita hidup, maka kita akan mewariskan hutang kepada ahli waris. Akan kah kita tega meninggalkan warisan berupa hutang kepada anak cucu kita???
Tabiat berhutang ini biasanya susah dihilangkan jika sudaj menjadi kebiasaan. Biasanya jumlahnya makin lama makin besar nominalnya. Menimbulkan perilaku yang tidak baik juga misalnya jika berjanji, biasanya dia kan ingkar dan jika berkata biasanya banyak bohongnya.
Secara pribadi saya mencoba semaksimal mungkin untuk tidak berhutang maupun melakukan aktifitas yang menimbulkan hutang, misalnya arisan, cicilan ataupun yang lain. Takuuuuttttt…………
#30DWC #Day9 #Squad5